Kisah para pencipta lagu tak dapat royalti belakangan ini kerap menjadi sorotan.
Namun berbeda dengan maestro dangdut ini.
Demi bertahan hidup, ia justru mengandalkan hasil royalti apalagi semenjak ia kena stroke.
Hasil royalti yang didapatkan pun puluhan juta per tahun.
Ia adalah Sukatma.
Maestro musik dangdut ini tetap semangat berkarya meski kena stroke.
Sukatma atau yang lebih dikenal Ukat S atau Haji Ukat telah memberikan warga tersendiri bagi industri musik Indonesia.
Ia telah menciptakan lebih dari 800 lagu.
Antara lain "Goyang Dombret", "Pengemis Cinta", dan "Bintang Pentas" yang menjadi pijakan bagi banyak penyanyi dangdut ternama, termasuk Rita Sugiarto, Elvy Sukaesih, dan Dewi Persik.
Ukat bukanlah sosok yang ingin berada di puncak seorang diri.
Dengan rendah hati, Ukat selalu mengatakan keberhasilan lagu-lagunya adalah hasil dari para penyanyi yang membawakan karyanya dengan sepenuh hati.
“Lagu tuh saya kasih sama siapa aja jadi yang bikin ngetop ya mereka sendiri,” ucap Ukat di kediamannya di Jalan Pasir Muncang, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Minggu (13/10/2024), dikutip dari Kompas.com.
Sukatma atau biasa dipanggil Ukat merupakan seorang pencipta lagu dangdut ternama di Indonesia. (Kompas.com/Ruby Rachmadina)
Akan tetapi, di usia 78 tahun ini, tubuh Ukat S mulai merasakan dampak usia menuai.
Sejak awal 2024, ia mengalami stroke.
“Semenjak kena stroke di awal Januari 2024, jadi kalau untuk nulis lirik lagu masih bisa, cuma sudah agak lambat. Sempat tidak bisa jalan tapi terapi terus, alhamdulillah sudah baikan,” ucap anaknya, Siska Handayani.
Sejak terserang stroke, teman-teman seprofesinya sering datang berkunjung untuk memberikan dukungan.
Bahkan, beberapa waktu lalu, sekelompok seniman dan musisi menggelar acara di rumahnya.
“Pada main musik di sini. Semacam tribute mungkin ya, itu charity mereka. Bapak tidak ngeluarin apa-apa gitu, jadi sound disponsorinnya sama Caca Handika,” tutur Siska.
Meski kini lebih sering beristirahat di rumah, Ukat tetap mengikuti perkembangan dunia musik.
Ukat masih sesekali membuka YouTube untuk melihat video-video musisi muda yang mungkin sedang membawakan karyanya.
Royalti dari lagu-lagu ciptaannya, yang telah terdaftar di lembaga manajemen kolektif harmony dan Royalti Anugerah Indonesia (RAI), masih menjadi sumber penghasilan utamanya.
Dengan royalti yang terus mengalir, Ukat S mendapatkan dukungan finansial yang cukup untuk kebutuhan hidupnya, meskipun ia tak lagi aktif di atas panggung.
"Setiap enam bulan sekali ada pencairan dari royalti, besarannya tergantung pemakaian. Bisa mencapai Rp80 juta per tahun," jelas Siska.
Kini, Ukat menikmati sisa hidupnya dalam keheningan dan kenangan.
Meskipun fisiknya tak sekuat dulu, warisan musik yang ia tinggalkan akan terus hidup di hati para penggemar dangdut.
Meski tubuh tak lagi sekuat dulu, musiknya akan terus menggema, menari di hati siapa saja yang mendengarnya.
Sementara itu, seorang pencipta lagu bernama Riviandy atau Andi Gomes kecewa karena dapat royalti cuma sedikit.
Bahkan atas lagu-lagu ciptaannya yang lain, Andi tak mendapat royalti sama sekali.
Lagu-lagu daerah Jambi ciptaan Andi pernah dinyanyikan pedangdut Ikke Nurjanah.
Itu bagian dari strategi pemerintah untuk mempromosikan daerah tersebut.
Meskipun upaya ini terbilang sukses, nasib Andi masih jauh dari harapan.
Dalam album lagu daerah yang dinyanyikan Ikke Nurjanah, terdapat dua lagu ciptaan Andi, yaitu "Negeri Jambi" dan "Makmurnya Negeri."
Kedua lagu ini masih dikenang masyarakat dan pernah diputar di berbagai media, termasuk televisi, radio, dan konser.
Namun, Andi mengungkapkan kekecewaannya saat ditemui di rumahnya, Sabtu (12/10/2024).
Honorarium yang diterima Andi untuk setiap lagu yang dinyanyikan Ikke Nurjanah hanya sebesar Rp 700.000.
Dari jumlah itu, ia harus berbagi dengan penulis lirik, Herman.
Andi merasa miris melihat penyanyi nasional yang diundang untuk tampil di Jambi dengan bayaran puluhan juta rupiah, sementara dirinya tidak mendapatkan imbalan yang layak.
“Popularitas lagunya bahkan melebihi saya. Kebanyakan orang mengenal lagu saya ketimbang saya sendiri,” tambah Andi, melansir dari Kompas.com.
Ia juga menuturkan meskipun lagunya sering diputar di media sosial seperti YouTube dan TikTok, ia tetap tidak mendapatkan royalti dari pemutaran tersebut.
Andi, yang kini berusia 55 tahun, mengaku sangat membutuhkan penghargaan dan perlindungan hak pencipta lagu dari pemerintah.
Namun, sebagai seniman daerah, ia merasa tidak memiliki akses ke Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
“Pemerintah daerah tidak pernah ada sosialisasi terkait royalti dan tata kelolanya agar mendapatkan penghargaan secara adil,” keluhnya.
Untuk mendapatkan royalti, Andi telah mendaftarkan 10 lagunya sebagai nada dering di perusahaan provider milik pemerintah.
Ia menandatangani kontrak dengan pihak ketiga yang ditunjuk salah perusahaan BUMN tersebut.
“Dalam kontrak kami akan mendapatkan transferan uang, tapi setelah ditunggu-tunggu, tak ada juga uang masuk,” ungkapnya.
Andi juga bergabung dengan grup Wahana Musik Indonesia (WAMI) di Facebook, yang awalnya membahas karya lagu dan cara mendapatkan royalti.
Namun, ia menyadari bahwa grup tersebut bukanlah grup resmi WAMI.
“Banyak yang promo judi online dan setelah itu tidak bisa diakses,” jelasnya.
Walaupun perjuangannya belum membuahkan hasil, Andi tetap mendaftarkan lagunya ke Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dengan bantuan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jambi.
Sayangnya, sertifikat HKI belum menjadi jalan untuk mendapatkan royalti.
“Dari dulu sampai sekarang, selama menciptakan lagu saya tidak pernah menerima royalti,” tegas Andi.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com
Posting Komentar
Posting Komentar