infoselebb.my.id: KPK Batal Panggil Kaesang, Mahfud MD Khawatir Akan Banyak Pejabat Menyalurkan Gratifikasi Lewat Anak - LESTI BILLAR

KPK Batal Panggil Kaesang, Mahfud MD Khawatir Akan Banyak Pejabat Menyalurkan Gratifikasi Lewat Anak

Posting Komentar

Pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD menyoroti kasus Kaesang dan Erina Gudono yang awalnya akan dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Mahfud MD menyoroti kasus Kaesang dan Erina Gudono melalui akun Twitter pribadinya Jumat (6/9/2024).


Mahfud MD menilai saat ini masyarakat tidak bisa memaksa KPK untuk memanggil Kaesang.


Namun, Mahfud MD menyoroti alasan KPK membatalkan pemanggilan kepada Kaesang.


Mantan Menkopolhukam itu menyebut bahwa banyak kasus korupsi yang bermula dari anak dan keluarga yang melakukan pamer harta atau flexing.


"Tentu, kita tak bisa memaksa KPK memanggil Kaesang. Tergantung i'tikad KPK saja. Tapi kalau alasannya karena Kaesang bukan pejabat, maka perlu dikoreksi dlm 2 hal:


"Itu ahistorik. Banyak koruptor yg terlacak setelah anak atau isterinya yg bukan pejabat diperiksa. Contoh: RA, seorang pejabat Eselon III Kemkeu sekarang mendekam di penjara justru ketahuan korupsi setelah anaknya yang hedon dan flexing ditangkap. Anak RA dengan mobil mewah menganiaya seseorang. KPK melacak kaitan harta dan jabatan ayah si anak: ternyata hasil korupsi. KPK memproses, RA dipenjarakan. 


2. Kalau alasan hanya karena bukan pejabat (padahal patut diduga) lalu dianggap tak bisa diproses maka nanti bisa setiap pejabat meminta pemberi gratifikasi untuk menyerahkan ke anak atau keluarganya. Ini sdh dinyatakan oleh KPK via Alex Marwata dan Pimpinan PuKat UGM," tulis Mahfud MD.


Mahfud MD menyebut jika flexing yang dilakukan Erina Gudono dan Kaesang harus diselidiki dalam konteks gratfikasi.


Jika hal itu dibiarkan, menurut Mahfud MD kasus gratifikasi pejabat akan dilakukan melalui anak dan keluarga.


Diketahui, Kaesang Pangarep tidak memiliki kewajiban hukum untuk melaporkan penerimaan gratifikasi.


Hal itu diucapkan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron!


Ia mengatakan, seseorang yang memiliki kewajiban untuk melaporkan penerimaan gratifikasi hanya ditujukan bagi penyelenggara negara, seperti bupati, wali kota, dan gubernur. 


Jika mereka menerimanya, maka ada kewajiban untuk melaporkannya ke KPK.


Nantinya, Komisi Antirasuah itu akan memeriksa dan menentukan apakah penerimaan gratifikasi tersebut dirampas atau dikembalikan kembali kepada penerimanya.


"Yang Anda tanyakan tadi yang bersangkutan (Kaesang) bukan penyelenggara negara, sehingga tidak ada kewajiban hukum untuk melaporkan," kata Ghufron di Serang, Banten, Kamis (5/9/2024), melansir Antara.


Ia juga membantah bahwa KPK membatalkan klarifikasi atas dugaan penerimaan gratifikasi berupa menerima fasilitas jet pribadi yang melibatkan anak Presiden Joko Widodo itu.


Jika kemudian itu terbukti gratifikasi di beberapa tahun mendatang, menurut dia, pihak tersebut sudah bebas dari Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).


Kaesang bersama istrinya Erina Gudono mendapat banyak sorotan di media sosial belakangan ini, salah satunya mengenai dugaan keduanya menggunakan jet pribadi ketika melakukan perjalanan ke Amerika Serikat.


Sebelumnya, KPK membatalkan klarifikasi atas dugaan gratifikasi penggunaan jet pribadi yang melibatkan Kaesang Pangarep.


Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto memastikan, KPK tak menerima tekanan dari pihak luar terkait pembatalan klarifikasi tersebut.  


"Sama sekali tidak ada tekanan," kata Tessa di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (4/9/2024).


"Bahwa KPK berharap saudara K ini melakukan klarifikasi sendiri itu dari awal sudah disampaikan oleh pimpinan Pak AM (Alexander Marwata) dalam hal ini, sebenarnya ini juga agar isu ini tidak melebar ke mana-mana," sambungnya.


Tessa mengatakan, Direktorat Gratifikasi KPK batal mengundang putra bungsu Presiden Jokowi itu lantaran laporan yang diterima KPK terkait Kaesang difokuskan ke Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat (PLPM).


Pendapat Guru Besar Hukum Pidan UNDIP


Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro (Undip), Prof Pujiyono menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus memeriksa anak bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep terkait kasus dugaan gratifikasi penggunaan jet pribadi.


Meski secara substansi hukum Kaesang bukan subjek hukum atau seorang penyelenggara negara, pemeriksaan tetap perlu dilakukan untuk mengklarifikasi kebenaran terkait pemberian yang diterima.

Prof Pujiyono ()


Pujiyono mengatakan, apabila pemberian kepada Kaesang benar terjadi, mungkin tidak berkaitan langsung dengan dirinya sebagai individu, melainkan lebih kepada latar belakang Kaesang sebagai anak pimpinan tertinggi negara atau presiden. 


"Kalau benar ada gratifikasi, itu tidak etis. Apalagi jika berkaitan dengan kekuasaan. Publik juga perlu mengetahui kebenarannya secara terbuka," ujar Pujiyono usai mengisi kuliah umum di Universitas Tidar Magelang pada Jumat (6/9/2024).


Pujiyono mengatakan, guna mengungkap kasus gratifikasi, baik pemberi maupun penerima harus dibuktikan terlebih dahulu sebelum ditelusuri lebih lanjut. 


Hal ini penting untuk melihat seberapa jauh peran orang-orang di sekitar Kaesang yang berpotensi mempengaruhi pemberian tersebut.


"Secara hukum, bisa saja ada korelasi yang perlu ditelaah lebih dalam. KPK perlu membuktikan apakah ada keterlibatan dari pihak-pihak di sekitarnya, seperti keluarga atau kerabat dalam penerimaan tersebut," ujarnya.


Lebih lanjut, Pujiyono juga menyayangkan sikap sesumbar KPK yang sempat merencanakan pemanggilan Kaesang dalam rangka meminta klarifikasi terkait dugaan penggunaan jet pribadi. Beberapa hari setelahnya, KPK membatalkan rencana tersebut. 


"Maka saya berharap KPK sebagai simbol penanganan tidak korupsi yang selama ini kita andalkan, ya tidak seakan-akan seperti ini, satu pimpinan mengatakan akan diperiksa lalu pimpinan lain menganulir," terangnya.


"Harus ada sikap keberanian biar publik juga tahu karena apapun yang dilakukan kalau betul itu gratifikasi, dan benar seperti itu, itu kan tidak etis," sambung Pujiyono.


Meskipun seandainya tak ditemukan bukti yang cukup, pemeriksaan ini diharapkan dapat membantu membersihkan permasalahan dan memberikan contoh baik dalam penanganan kasus-kasus gratifikasi yang melibatkan keluarga pejabat negara.


“Proses pemeriksaan bukan berarti otomatis menetapkan seseorang sebagai tersangka. Namun, hal itu penting untuk menjernihkan apakah benar ada masalah hukum atau tidak,” pungkasnya. (*)

Related Posts

There is no other posts in this category.

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter