Gambar Garuda Biru “Peringatan Darurat” membanjiri media sosial sejak Rabu (21/8/2024) kemarin.
Tagar tersebut merupakan wujud protes setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dianggap mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat pencalonan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.
Tak hanya warganet biasa, banyak artis turut menyuarakan hal tersebut di media sosial, termasuk Ayu Ting Ting.
Penyanyi, pembawa acara, sekaligus komedian kondang itu mengunggah gambar Garuda Biru “Peringatan Darurat” di Instagram Story pada Kamis (22/8/2023).
Ayu Ting Ting mengungkapkan sedikit alasan mengapa dia mengunggah gambar tersebut.
Ibu satu anak itu menegaskan jika dia tidak ikut-ikutan tren, melainkan memberikan peringatan.
"Bukan ikut-ikutan, tapi ini PERINGATAN," tulis Ayu Ting Ting dalam unggahannya.
Ayu Ting Ting mengunggah Garuda Biru “Peringatan Darurat” di Instagram Story pada Kamis (22/8/2023). (Instagram/@ayutingting92)
Unggahan Ayu Ting Ting tersebut menjadi perbincangan warganet di X atau Twitter.
"Sebagai warga Depok, aku bangga," tulis seorang warganet.
"Harusnya emang artis⊃2; pada ikut bersuara. Mereka bayar pajak kan gede yah, trus yg dibayar pake pajak malah kinerjanya awur⊃2;an. Siapa yg ga marah," papar warganet lain.
"Teh Ayu lg mewakili sebagai anak kpop," ungkap seorang warganet.
"Hidup anak ayah ojak! #KawalPutusanMK," sambung warganet lain.
Fakta di balik gambar dan topik "Peringatan Darurat" serta tagar #KawalPutusanMK
Gambar Garuda Pancasila berlatar biru dengan tulisan "Peringatan Darurat" tersebut diambil dari tangkapan layar analog horor buatan EAS Indonesia Concept.
Gambar ini, bersama dengan tagar terkait, kemudian dibagikan secara luas oleh warganet di Twitter dan Instagram.
Viralnya postingan "Peringatan Darurat" di media sosial muncul setelah DPR RI dianggap mengabaikan hasil putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat calon kepala daerah.
Badan Legislasi DPR RI yang bertanggung jawab atas revisi UU Pilkada diduga mendesain pembangkangan terhadap dua putusan MK.
Pertama, DPR RI mengembalikan ambang batas pencalonan kepala daerah sebesar 20 persen kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara sah pada pemilu legislatif sebelumnya.
Padahal, MK telah tegas menyatakan bahwa aturan tersebut bertentangan dengan UUD 1945.
Kedua, DPR RI mengembalikan batas usia minimal calon kepala daerah yang dihitung sejak pelantikan, meskipun MK telah menegaskan bahwa perhitungan usia harus dilakukan pada saat penetapan pasangan calon oleh KPU.
MK sendiri telah berulang kali menegaskan bahwa putusannya bersifat final dan mengikat.
Pada putusan terkait usia calon kepala daerah, majelis hakim konstitusi telah mewanti-wanti konsekuensi bagi calon kepala daerah yang diproses melalui pembangkangan seperti ini. (*)
Posting Komentar
Posting Komentar